Apa
itu Pancasila? Pancasila adalah dasar dan ideologi Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila
berisi nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang dijadikan dasar dan ideologi
negara Indonesia. Pancasila lahir dari pengalaman dan kepribadian bangsa
Indonesia. Pancasila tidak muncul begitu saja, tetapi Pancasila lahir melalui
proses panjang dan menjadi bagian sejarah bangsa Indonesia.
Lahirnya
Pancasila merupakan momentum berharga dan tidak terlupakan bagi bangsa
Indonesia. Pancasila menjadi dasar negara juga tidak terlepas dari peran para
tokoh pejuang bangsa. Pancasila
merupakan kesepakatan bersama para pendiri bangsa sehingga sering disebut sebagai “Perjanjian Luhur” bangsa Indonesia.
Hal ini dikarenakan Pancasila merupakan hasil pemikiran para pejuang bangsa yang
berlandaskan pada nilai-nilai luhur yang dimiliki bangsa Indonesia.
Sejarah
Pancasila dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia sebagai
berikut.
1.
Pancasila
Sebelum Kemerdekaan Indonesia
Nilai–nilai
Pancasila telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dulu kala sebelum bangsa
Indonesia mendirikan negara. Proses terbentuknya negara Indonesia melalui proses
sejarah yang cukup panjang yaitu sejak zaman batu hingga munculnya
kerajaan-kerajaan pada abad ke-IV sampai pada zaman merebut kemerdekaan Republik
Indonesia.
1.1
Masa Kerajaan
1.
Kerajaan Kutai ( 400 M )
Kerajaan
kutai berdiri di Kalimantan Timur, tepatnya di hulu sungai mahakam desa
Tenggarang pada abad ke-5, atau 400M. Kerajaan kutai merupakan kerajaan hindu
tertua. Rajanya bernama Kudungga yang memiliki anak bernama Asmawarman, serta
memiliki cucu yang bernama Mulawarman. Masyarakat kutai yang membuka zaman
sejarah Indonesia pertama kali menampilkan nilai-nilai sosial politik dan
ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada para Brahmana.
Zaman kuno sekitar 400 – 1500 terdapatnya dua buah kerajaan yang berhasil
mencapai integrasi dengan wilayah hampir sepatuh Indonesia, dan seluruh wilayah
Indonesia. Kerajaan tersebut adalah kerajaan Sriwijaya di Sumatra dan Majapahit
yang berpusat di Jawa.
2.
Kerajaan
Sriwijaya ( 650 M )
Abad ke VII munculah suatu kerajaan di Sumatera yaitu kerajaan
Sriwijaya yang dibawah kekuasaan wangsa Syilendra. Kerajaan ini adalah kerajaan
maritim yang mengandalkan kekuatan lautnya seperti selat Sunda, selat Malaka.
Dalam sistem pemerintahannya terdapat pegawai pengurus pajak, harta benda. Pada
saat itu, kerajaan dalam menjalankan sistem negaranya tidak dapat dilepaskan dengan nilai
ketuhanan.
3.
Kerajaan
Majapahit ( 1365 M )
Pada
tahun 1923 berdirilah kerajaan Majapahit
yang mencapai zaman keemasannya pada pemerintahan raja Hayam
Wuruk
dengan Mahapatih
Gajah
Mada
yang di bantu oleh Laksamana
Nala
dalam
memimpin armadanya untuk menguasai nusantara. Wilayah kekuasaan Majapahit
semasa jayanya itu membentang dari semenanjung Melayu
(Malaysia
sekarang) sampai Irian
Barat
melalui Kalimantan
Utara.
Pada
waktu itu agama Hindu
dan Budha
hidup berdampingan dengan damai dalam satu kerajaan. Empu Prapanca
menulis Negarakertagama.
Dalam kitab tersebut telah telah terdapat istilah “Pancasila”.
Empu tantular mengarang buku Sutasoma,
dan didalam buku itulah kita jumpai seloka persatuan nasional, yaitu
“Bhineka
Tunggal
Ika”,
yang bunyi lengkapnya “Bhineka
Tunggal
Ika
Tan
Hana
Dharma
Mangrua”,
artinya walaupun berbeda , namun satu jua adanya sebab tidak ada agama yang
memiliki tuhan yang berbeda.
Sumpah
Palapa
yang diucapkan oleh Mahapatih
Gaja
Mada
dalam sidang ratu dan menteri-menteri di paseban
keprabuan
Majapahit
pada tahun 1331, yang berisi cita-cita mempersatukan seluruh nusantara raya
sebagai berikut : “Saya
baru akan berhentui berpuasa makan pelapa, jikalau seluruh nusantara bertakluk
di bawah kekuasaan negara, jikalau Gurun,
Seram,
Tanjung,
Haru,
Pahang,
Dempo,
Bali, Sunda,
Palembang
dan Tumasik
telah dikalahkan” (Yamin, 1960 : 60).
Dalam
tata pemerintahan kerajaan Majapahit
terdapat semacam penasehat seperti Rakryan
I Hino , I Sirikan,
dan I Halu yang bertugas memberikan nasehat kepada raja, hal ini sebagai
nilai-nilai musyawarah mufakat yang dilakukan oleh sistem pemerintahan kerajaan
Majapahit.
1.2
Masa
Kebangkitan Nasional
Dengan
kebangkitan dunia timur pada abad XX di panggung politik internasional tumbuh
kesadaran akan kekuatan sendiri, seperti Philipina (1839) yang dipelopori Joze
Rizal, kemenangan Jepang atas Rusia di Tsunia (1905), adapun Indonesia diawali
dengan berdirinya Budi Utomo yang dipelopori oleh dr.Wahidin Sudirohusodo pada
20 Mei 1908. Kemudian berdiri Sarekat Dagang Islam (SDI) tahun 1909, Partai
Nasional Indonesia (PNI) yang didirikan oleh Soekarno, Cipto Mangunkusumo,
Sartono dan tokoh lainnya. Sejak itu perjuangan nasional Indonesia
mempunyai tujuan yang jelas yaitu
Indonesia merdeka. Perjuangan nasional diteruskan dengan adanya gerakan Sumpah
Pemuda pada tanggal 28 Oktober 1928 yang menyatakan satu bahasa, satu bangsa dan
satu tanah air Indonesia.
1.3
Masa
Penjajahan
Setelah
Majapahit runtuh maka berkembanglah agama Islam dengan pesatnya di Indonesia.
Bersama dengan itu maka berkembang pula kerajaan-karajaan Islam seperti kerajaan
Demak. Selain itu, berdatangan juga bangsa-bangsa Eropa di Nusantara. Bangsa
asing yang masuk ke Indonesia pada awalnya berdagang, namun kemudian berubah
menjadi praktek penjajahan. Adanya penjajahan membuat perlawanan dari rakyat
Indonesia di berbagai wilayah Nusantara, namun karena tidak adanya kesatuan
& persatuan di antara mereka maka perlawanan tersebut senantiasa
sia-sia.
1.4
Masa
Perumusan Pancasila
Menjelang tahun 1945, Jepang mengalami kekalahan di Asia Timur Raya, Jepang
banyak menggunakan cara untuk menarik simpati khususnya kepada bangsa Indonesia
dengan membuat suatu janji bahwa jepang akan memberikan kemerdekaan bagi bangsa
Indonesia yang diucapkan oleh Perdana Menteri Kaiso pada tanggal 7
September 1944.
Jepang
meyakinkan akan janjinya terhadap bangsa Indonesia untuk dimerdekakan dengan
membentuk Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI).
Dalam bahasa Jepang BPUPKI berarti Dokuritsji Junbi Cosakai. Jenderal
Kumakichi Harada, merupakan komandan pasukan jepang di jawa dan mengumumkan
pembentukan BPUPKI lalu pada tanggal 28 April 1945 diumumkan pengangkatan
anggota BPUPKI. Upacara peresmiannya di gelar Gedung Cuo Sangi In di Pejambon
Jakarta (sekarang, Gedung Departemen Luar Negeri).
BPUPKI beranggotakan 67 orang, termasuk 7 orang Jepang dan 4 orang Cina dan Arab. Jabatan Ketua BPUPKI adalah Radjiman Wedyodiningrat, Wakil ketua BPUPKI adalah Icibangase (Jepang), dan sebagai sekretarisnya adalah R.P. Soeroso.
BPUPKI beranggotakan 67 orang, termasuk 7 orang Jepang dan 4 orang Cina dan Arab. Jabatan Ketua BPUPKI adalah Radjiman Wedyodiningrat, Wakil ketua BPUPKI adalah Icibangase (Jepang), dan sebagai sekretarisnya adalah R.P. Soeroso.
·
Sidang
Pertama BPUPKI (29 Mei-1 Juni 1945)
Setelah
terbentuk, BPUPKI segera mengadakan
persidangan. Masa persidangan BPUPKI dimulai pada tanggal 29 Mei 1945 sampai
dengan 1 Juni 1945. Di masa persidangan, BPUPKI membahas rumusan dasar negara
untuk Indonesia merdeka. Di persidangan BPUPKI yang pertama, terdapat berbagai
pendapat mengenai dasar negara yang dipakai di Indonesia. Pendapat-pendapat
rumusan dasar negara Indonesia disampaikan oleh Mr. Mohammad Yamin, Mr. Supomo,
dan Ir. Soekarno.
a.
Mr. Mohammad Yamin
Mr.
Mohammad Yamin menyatakan pemikirannya mengenai dasar negara Indonesia merdeka
yang dihadapan sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945. Pemikirannya Mr. Mohammad
Yamin diberi judul "Asas dan Dasar Negara Kebangsaan Republik Indonesia". Usulan
rumusan dasar negara Mr. Mohammad Yamin yang intinya adalah sebagai
berikut.
1).
Peri kebangsaan
2). Peri kemanusiaan
3). Peri ketuhanan
4). Peri kerakyatan
5). Kesejahteraan rakyat
2). Peri kemanusiaan
3). Peri ketuhanan
4). Peri kerakyatan
5). Kesejahteraan rakyat
b. Mr. Supomo
Mr.
Supomo mengemukakan usulan rumusan dasar negara di sidang BPUPKI tanggal 31 Mei
1945, dari pemikiran tersebut merupakan penjelasan masalah-masalah mengenai
hubungan dasar negara Indonesia dimana negara dibentuk hendaklah integralistik
berdasarkan pada hal-hal berikut.
1).
Persatuan
2). Kekeluargaan
3). Keseimbangan lahir dan batin
4). Musyawarah
5). Keadilan sosial
2). Kekeluargaan
3). Keseimbangan lahir dan batin
4). Musyawarah
5). Keadilan sosial
c.
Ir. Soekarno
Tanggal
1 Juni 1945, Ir. Soekarno mendapat kesempatan untuk menyampaikan pendapat
mengenai rumusan dasar negara Indonesia. Usulan rumusan dasar negara Ir.
Soekarno terdiri atas lima asas antara lain sebagai
berikut.
1).
Kebangsaan Indonesia
2). Internasionalismee atau perikemanusiaan
3). Mufakat atau demokrasi
4). Kesejahteraan sosial
5). Ketuhanan Yang Maha Esa
2). Internasionalismee atau perikemanusiaan
3). Mufakat atau demokrasi
4). Kesejahteraan sosial
5). Ketuhanan Yang Maha Esa
Persidangan pertama BPUPKI berakhir, namun
rumusan dasar negara Indonesia untuk merdeka belum terbentuk. Padahal, BPUPKI
akan reses (istirahat) satu bulan penuh. Maka dari itu, BPUPKI membentuk panitia
perumus dasar negara yang anggota terdiri dari sembilan orang yang disebut
dengan Panitia Sembilan. Tugas Panitia Sembilan adalah menampung berbagai
aspirasi mengenai pembentukan dasar negara Indonesia. Anggota Panitia Sembilan
terdiri dari Ir. Soekarno (ketua), Abdulkahar Muzakir, Drs. Moh. Hatta, K.H.
Abdul Wachid Hasyim, Mr.Moh. Yamin, H. Agus Salim, Ahmad Subardjo, Abikusno
Cokrosuryo, dan A.A. Maramis.
·
Sidang
Kedua BPUPKI (10-16 Juli 1945)
Sidang
kedua BPUPKI dilaksanakan pada tanggal 10-16 Juli 1945. Pada tanggal 10 Juli
1945 dibentuk Panitia Perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Ir.
Soekarno. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar tersebut mengadakan rapat pada
tanggal 11 Juli 1945. Dalam rapat tersebut, anggota sidang menyetujui preambule
undang-undang dasar diambil dari Piagam Jakarta. Panitia tersebut kemudian
membentuk sebuah Panitia Kecil Perancang Undang-Undang Dasr yang diketuai oleh
Mr. Sepomo. Persidangan BPUPKI berlanjut pada tanggal 14 Juli 1945. Agenda dalam
sidang tersebut adalah menerima laporan Panitia Perancang Undang-Undang Dasar.
Ir.Soekarno sebagai ketua panitia kemudian melaporkan hasil kerjanya sebagai
berikut.
a)
Pernyataan
Indonesia Merdeka
b)
Pembukaan
Undang-Undang Dasar
c)
Undang-Undang
Dasar (Preambule)
Pada
Tanggal 16 Juli 1945 rancangan undang-undang dasar akhirnya diterima secara
bulat oleh seluruh anggota sidang.
Dalam
perkembangannya, BPUPKI dibubarkan pada tanggal 7 Agustus 1945. Sebagai
penggantinya Jepang membentuk Dokuritsu
Zumbi Inkai atau Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia(PPKI). PPKI diketua
Ir.Soekarno dan Drs. Moh. Hatta sebagai wakilnya. Tugas PPKI adalah
mempersiapkan segala sesatu yang dibutuhkan bagi pembentukan negara dan
pemerintahan Republik Indonesia. PPKI merupakan badan yang terbentuk untuk
melanjutkan tugas yang telah dilaksanakan oleh BPUPKI.
Sehari
setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada tanggal 18 Agustus 1945,
PPKI mengadakan sidang untuk menetapkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia, serta memilih presiden dan wakil presiden. Dengan disahkannya
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yang telah dipersiapkan oleh Dokuritsu Zumbi Coosakai (BPUPKI) dengan
segala perubahannya, secara otomatis Pancasila disahkan sebagai dasar negara
Indonesia. Hal ini dikarenakan Pancasila
sebagai dasar negara Indonesia terdapat didalam Pembukaan UUD
1945.
2.
Pancasila
Setelah Kemerdekaan
Setelah
proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945, negara Indonesia masih menghadapi
tentara sekutu yang berupaya menanamkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia,
yaitu pemaksaan untuk mengakui pemerintahan NICA (Netherlands Indies Civil
Administration). Selain itu Belanda secara licik mempropagandakan kepada dunia
luar bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hadiah dari
Jepang.
Untuk
melawan propaganda tersebut, pemerintah Indonesia mengeluarkan tiga buah
maklumat sebagai berikut :
1.
Maklumat Wakil Presiden No. x (iks) tanggal 16 Oktober 1945 yang menghentikan
kekuasaan luar biasa dari Presiden sebelum masa waktunya (seharusnya selama 6
bulan). Kemudian maklumat tersebut memberikan kekuasaan MPR dan DPR yang semula
dipegang oleh Presiden kepada KNIP.
2.
Maklumat Pemerintah tanggal 3 Nopember 1945, tentang pembentukan partai politik
sebanyak-banyaknya oleh rakyat. Hal ini sebagai akibat dari anggapan bahwa salah
satu cirri demokrasi adalah multi partai. Maklumat ini juga sebagai upaya agar
dunia luar menilai bahwa negara Indonesia sebagai negara yang
demokratis.
3.
Maklumat Pemerintah tanggal 14 Nopember 1945, intinya maklumat ini mengubah
sistem kabinet Presidensial menjadi system kabinet Parlementer berdasarkan asas
demokrasi liberal.
Keluarnya
tiga maklumat tersebut mengakibatkan ketidakstabilan di bidang politik karena
sistem demokrasi liberal bertentangan dengan UUD 1945, serta secara ideologis
bertentangan dengan Pancasila. Akibat penerapan sistem kabinet parlementer maka
pemerintahan Negara Indonesia mengalami jatuh bangun sehingga membawa
konsekuensi serius terhadap kedaulatan negara Indonesia.
2.
Pancasila
Pada Masa Orde Lama
Pada masa Orde lama, Pancasila dipahami berdasarkan paradigma yang
berkembang pada situasi dunia yang diliputi oleh tajamnya konflik ideologi. Pada
saat itu kondisi politik dan keamanan dalam negeri diliputi oleh kekacauan dan
kondisi sosial-budaya berada dalam suasana transisional dari masyarakat terjajah
(inlander) menjadi masyarakat merdeka. Masa orde lama adalah masa pencarian
bentuk implementasi Pancasila terutama dalam sistem kenegaraan. Pancasila
diimplementasikan dalam bentuk yang berbeda-beda pada masa orde lama. Terdapat 3
periode implementasi Pancasila yang berbeda, yaitu periode 1945-1950, periode
1950-1959, dan periode 1959-1966.
Pada periode 1945-1950, implementasi Pancasila bukan saja menjadi
masalah, tetapi lebih dari itu ada upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai
dasar negara dengan faham komunis oleh PKI melalui pemberontakan di Madiun tahun
1948 dan oleh DI/TII yang akan mendirikan negara dengan dasar islam. Pada
periode ini, nilai persatuan dan kesatuan masih tinggi ketika menghadapi Belanda
yang masih ingin mempertahankan penjajahannya di bumi Indonesia. Namun setelah
penjajah dapat diusir, persatuan mulai mendapat tantangan. Dalam kehidupan
politik, sila keempat yang mengutamakan musyawarah dan mufakat tidak dapat
dilaksanakan, sebab demokrasi yang diterapkan adalah demokrasi parlementer,
dimana presiden hanya berfungsi sebagai kepala negara, sedang kepala
pemerintahan dipegang oleh Perdana Menteri. Sistem ini menyebabkan tidak adanya
stabilitas pemerintahan. Kesimpulannya walaupun konstitusi yang digunakan adalah
Pancasila dan UUD 1945 yang presidensiil, namun dalam praktek kenegaraan system
presidensiil tak dapat diwujudkan.
Pada periode 1950-1959, walaupun dasar negara tetap Pancasila, tetapi
rumusan sila keempat bukan berjiwakan musyawarah mufakat, melainkan suara
terbanyak (voting). Sistem pemerintahannya yang liberal sehingga lebih
menekankan hak-hak individual. Pada periode ini persatuan dan kesatuan mendapat
tantangan yang berat dengan munculnya pemberontakan RMS, PRRI, dan Permesta yang
ingin melepaskan diri dari NKRI. Dalam bidang politik, demokrasi berjalan lebih
baik dengan terlaksananya pemilu 1955 yang dianggap paling demokratis. Tetapi
anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun UUD seperti yang
diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang
menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden 1959 untuk membubarkan
Konstituante, UUD 1950 tidak berlaku, dan kembali kepada UUD 1945. Kesimpulan
yang ditarik dari penerapan Pancasila selama periode ini adalah Pancasila
diarahkan sebagai ideology liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas
pemerintahan.
Pada periode 1956-1965, dikenal sebagai periode demokrasi terpimpin.
Demokrasi bukan berada pada kekuasaan rakyat sehingga yang memimpin adalah
nilai-nilai Pancasila tetapi berada pada kekuasaan pribadi presiden Soekarno.
Terjadilah berbagai penyimpangan penafsiran terhadap Pancasila dalam konstitusi.
Akibatnya Soekarno menjadi otoriter, diangkat menjadi presiden seumur hidup,
politik konfrontasi, menggabungkan Nasionalis, Agama, dan Komunis, yang ternyata
tidak cocok bagi NKRI. Terbukti adanya kemerosotan moral di sebagian masyarakat
yang tidak lagi hidup bersendikan nilai-nilai Pancasila, dan berusaha untuk
menggantikan Pancasila dengan ideologi lain. Untuk memberi arah perjalanan
bangsa, beliau menekankan pentingnya memegang teguh UUD 45, sosialisme ala
Indonesia, demokrasi terpimpin, ekonomi terpimpin dan kepribadian nasional.
Hasilnya terjadi kudeta PKI dan kondisi ekonomi yang memprihatinkan. Walaupun
posisi Indonesia tetap dihormati di dunia internasional dan integritas wilayah
serta semangat kebangsaan dapat ditegakkan. Kesimpulan yang ditarik adalah
Pancasila telah diarahkan sebagai ideologi otoriter, konfrotatif dan tidak memberi ruang pada demokrasi bagi rakyat.
3.
Pancasila
Pada Orde Baru
Pada
masa orde baru, pemerintah berkehendak ingin melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen sebagai kritik terhadap orde lama yang menyimpang
dari pancasila melalui program P4 (Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan
Pancasila) atau Ekaprasetia Pancakarsa.
Orde
baru berhasil mempertahankan Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara
sekaligus berhasil mengatasi paham komunis di Indonesia. Akan tetapi
implementasi dan aplikasinya sangat mengecewakan. Beberapa tahun kemudian
kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan ternyata tidak sesuai dengan jiwa
Pancasila. Pancasila ditafsirkan sesuai kepentingan kekuasaan pemerintah dan
tertutup bagi tafsiran lain.
Pancasila
justru dijadikan sebagai indoktrinasi. Presiden Soeharto menggunakan Pancasia sebagai alat untuk melanggengkan
kekuasaannya. Ada beberapa metode yang digunakan dalam indoktrinasi Pancasila,
yaitu pertama, melalui ajaran P4 yang dilakukan di sekolah-sekolah melalui
pembekalan atau seminar. Kedua, asa tunggal, yaitu presiden Soeharto membolehkan
rakyat untuk membentuk organisasi-organisasi dengan syarat harus berasaskan
Pancasila. Ketiga, stabilisasi yaitu presiden Soeharto melarang adanya
kritikan-kritikan yang dapat menjatuhkan pemerintah. Karena presiden Soeharto
beranggapan bahwa kritikan terhadap pemerintah menyebabkan ketidakstabilan di
dalam negara. Dan untuk menstabilkannya presiden Soeharto menggunakan kekuatan
militer sehingga tak ada yang berani untuk mengkritik
pemerintah.
Dalam
pemerintahannya presiden Soeharto melakukan beberapa penyelewengan dalam
penerapan Pancasila, yaitu diterapkannya demokrasi sentralistik, demokrasi yang
berpusat pada pemerintah . selain itu presiden juga memegang kendali terhadap
lembaga legislative, eksekutif dan yudikatif sehingga peraturan yang di buat
harus sesuai dengan persetujuannya. Presiden juga melemahkan aspek-aspek
demokrasi terutama pers karena dinilai dapat membahayakan kekuasaannya. Maka,
presiden Soeharto membentuk Departemen Penerangan atau lembaga sensor secara
besar-besaran agar setiap berita yang dimuat di media tidak menjatuhan
pemerintahan. Penyelewengan yang lain adalah pelanggengan korupsi, kolusi, dan
nepotisme sehingga pada masa ini banyak pejabat negara yang melakukan korupsi.
Tak hanya itu, pada masa ini negara Indonesia juga mengalami krisis moneter yang
di sebabkan oleh keuangan negara yang tidak stabil dan banyaknya hutang kepada
pihak negara asing. Demokratisasi akhirnya tidak berjalan, dan pelanggaran HAM
terjadi dimana-mana yang dilakukan oleh aparat pemerintah atau
negara.
4.
Pancasila
pada masa Reformasi
Eksistensi
pancasila masih banyak dimaknai sebagai konsepsi politik yang substansinya belum
mampu diwujudkan secara riil. Reformasi belum berlangsung dengan baik karena
Pancasila belum difungsikan secara maksimal sebagaimana mestinya. Banyak
masyarakat yang hafal butir-butir Pancasila tetapi belum memahami makna
sesungguhnya.
Pada
masa reformasi, Pancasila sebagai re-interprestasi.Yaitu Pancasila harus selalu
di interprestasikan kembali sesuai dengan perkembangan zaman, berarti dalam
menginterprestasikannya harus relevan dan kontekstual dan harus sinkron atau
sesuai dengan kenyataan pada zaman saat itu.
Berbagai
perubahan dilakukan untuk memperbaiki sendi-sendi kehidupan berbangsa dan
bernegara di bawah payung ideologi Pancasila. Namun, faktanya masih banyak
masalah sosial-ekonomi yang belum terjawab. Eksistensi dan peranan Pancasila
dalam reformasi pun dipertanyakan. Pancasila di masa reformasi tidak jauh
berbeda dengan Pancasila di masa orde lama dan orde baru. Karena saat ini debat
tentang masih relevan atau tidaknya Pancasila dijadikan ideologi masih kerap
terjadi. Pancasila seakan tidak memiliki kekuatan mempengaruhi dan menuntun
masyarakat. Pancasila tidak lagi populer seperti pada masa lalu.Pancasila banyak
diselewengkan dianggap sebagai bagian dari pengalaman buruk di masa lalu dan
bahkan ikut disalahkan dan menjadi sebab kehancuran.
Pancasila
pada masa reformasi tidaklah jauh berbeda dengan Pancasila pada masa orde baru
dan orde lama, yaitu tetap ada tantangan yang harus di hadapi. Tantangan itu
adalah KKN yang merupakan masalah yang sangat besar dan sulit untuk di
tuntaskan. Pada masa ini korupsi benar-benar merajalela. Para pejabat negara
yang melakukan korupsi sudah tidak malu lagi. Mereka justru merasa bangga,
ditunjukkan saat pejabat itu keluar dari gedung KPK dengan melambaikan tangan
serta tersenyum seperti artis yang baru terkenal. Selain KKN, globalisasi
menjadi racun bagi bangsa Indonesia Karen semakin lama ideologI Pancasila
tergerus oleh ideologI liberal dan kapitalis. Apalagi tantangan pada masa ini
bersifat terbuka, lebih bebas, dan nyata.
Daftar
Pustaka
Pendidikan
Kewarganegaraan, Erlangga